Selasa, 16 Februari 2010

Kedai Sastra

Keterjagaan

Bibir molek merah delimamu, titik hitam

bundar di dahimu

Menjerat hatiku, kekasihku, dan bagai

merpati aku terkurung

Pandang pilumu, menusukku hingga aku

pun sakit dan merana

Namun fana dalam Kau membuat diriku

yang tersiksa jadi bebas

Kupukul kendang “Ana al-Haqq,” seperti

Mansur aku tahu

Apa tanggunganya, biar kurelakan

nyawaku melayang

Sebab itulah jiwaku sembuh, terpana

sembilan waktu

Dan pintu kedai anggurmu terbuka siang

malam

Pada madrasah dan masjid aku sudah bosan

Jubah Fuqaha ini pun tak sanggup

memberiku hiburan

Maka kukenakan baju fakir bertambal

sulam

Yang membuatku segar di tengah nyala api

dan asap

Khutbah ulama menyebabkan mataku

tertidur lelap

Nafas sempoyongan berbusa anggur

menyambaikan kata emasnya

Tahu kau apa yang menyentak hingga

terjaga

Tangan molek pelayan kedai anggur

membangunkan aku

Sajak Keterjagaan Ayatullah Khomeini, yang disiarkan setelah pemimpin spiritual Iran ini wafat, menurut putranya, Ahmad Khomeini, ditulis sekitar dua atau tiga bulan menjelang tokoh besar itu wafat. [nib]

MATAHATI ' 03

Matahati ’03 lahir dari sekumpulan anak muda yang disibukkan oleh rutinitas aktifitas perkuliahan. Sebuah rutinitas yang mengharuskan tiap individu di dalamnya untuk selalu bertatap muka setiap saat dalam ruang-ruang perkuliahan yang berbeda tiap harinya demi sebuah tujuan yang terdengar klise li> Thala>b al-‘Ilm. Kata matahati sendiri merupakan kepanjangan dari MAhasiswa TAfsir HAdis TIga, kata tiga kami analogikan dengan huruf C yang merupakan huruf ketiga dalam alfabet, yaa kami terkumpul dalam ruangan yang diberi nama TH C. Sedang angka 03 merujuk pada tahun dimana petama kali kami menginjak kampus untuk sebuah upacara OSPEK di Jurusan Tafsir dan Hadis IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Di Jurusan Tafsir dan Hadis, kata dan sendiri menjadi tambahan diantara kata tafsir hadis ketika akhir tahun 2008, mahasiswa tidak peduli –sebenarnya tidak tahu karena tidak ada pengumuman atau sosialisasi yang gencar dan akbar seperti sosialisasi-sosialisasi yang ada selama ini semisal, sebuah tulisan yang terpampang besar syarat ujian, presensi minimal 75% yang tertempel anggun di dinding di tiap lorong yang setiap saat mampu meneror mahasiswa saat lewat, atau pajangan yang tertempel di lorong masuk dan depan ruang Dosen juga TU, tidak melayani mahasiswa yang memakai kaos oblong dan atau tidak bersepatu— atau mungkin karena terjadi kesalahan pemahaman di masyarakat eh hadis ada tafsirnya tho?. Kelas C, ada sebagian dari kami menganggap kelas TH C keramat alasanya ringan, TH C hanya ada sampai tahun 2003 karena setelah tahun itu kelas hanya sampai urutan B. walaupun pada tahun 2007 dibuka satu kelas lagi demi sebuah keagungan kualitas yang bernama TH Kusus bukan C. IAIN, setahun setelah kami kuliah huruf IAIN dihapus dan kini berganti menjadi UIN di depan kata Sunan Kalijaga.
Konsekuensi logis dari intensitas yang tinggi dari sebuah pertemuan adalah tumbuh dan timbulnya sebuah ikatan baca: persaudaraan, walau entah dari tipe dan model yang mana persaudaraan itu terbentuk, setiap individu tentulah berbeda. Bisa jadi persaudaraan yang tumbuh tersebut adalah persaudaraan model klasik nan baku karena terikat oleh hubungan darah, trah, atau klan (genekologis), atau persaudaraan yang didasarkan atas kesamaan nasib; sama-sama satu jurusan, atau kebetulan jurusanya sama. Mungkin juga persaudaraan karena persamaan idiologi, satu cita-cita, visi misi yang identik atau diidentik-identikan pun pada akhirnya persaudaraan yang dirasakan adalah persaudaraan yang terikat oleh rasa kemanusiaan, berdasar rasa kasih sayang sejati yang mampu mengentalkan ikatan batin antar individu di dalamnya tanpa peduli ada tidaknya hubungan darah, satu idiologi atau bukan.
Lebih lanjut persaudaraan yang telah terbentuk di antara kami, tidak kami inginkan berhenti hanya pada satu komunitas yang di dasarkan oleh ikatan ruang belaka. Kami ingin membawa dan mengikat persaudaraan pada semua orang, seluruh alam, seluruh makhluk tuhan, persaudaraan tanpa sekat sebuah persaudaraan dunia akhirat. [nib]